MAKALAH
HUKUM
BISNIS
Oleh
KELOMPOK 2
1.
Yulita Indah P. (170810201002)
2.
Windy Dwi Riska S. (170810201086)
3.
Azizah Ramdani S. (170810201113)
4.
Eksanti (170810201121)
5.
Qiramil Barara F. (170810201181)
6.
Istifadah Fadhilah (170810201191)
7.
Hamidah Fathoni (170810201238)
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS JEMBER
2018
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Dalam
kegiatan bisnis adanya persaingan usaha merupakan hal yang biasa terjadi.
Persaingan usaha yang sehat dapat membawa akibat positif bagi para pengusaha
yang saling bersaing karena dapat menimbulkan upaya-upaya peningkatan
efisiensi, produktivitas, dan kualitas produk yang dihasilkan. Sementara itu,
konsumen juga mendapatkan manfaat dari adanya persaingan sehat tersebut karena
dapat berakibat pada penurunan harga dan peningkatan kualitas produk.
Sebaliknya, apabila persaingan yang terjadi tidak sehat, akan dapat merusak
perekonomian negara yang merugikan masyarakat.
Oleh
karena itulah diperlukan adanya perangkat hokum yang dapat memfasilitasi
persaingan sehat dan mencegah ataumelarang terjadinya persaingan tidak sehat.
Perangkat hokum tersebut diharapkan dapat menjadi sarana pencapaian demokrasi
ekonomi, yang memberikan peluang yang sama bagi semua pengusaha untuk
berpartisipasi dalam proses produksi barang dan atau jasa dalam iklim usaha
yang sehat, efektif, dan efisien sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi
pasar yang wajar.
Pada
tanggal 5 Maret 1999 telang diundangkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persainagn Usaha Tidak
Sehat. Dalam pasal 3 undang-undang tersebut ditegaskan bahwa tujuan
pembentukannya adalah sebagai berikut :
1. Menjaga
kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu
upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
2. Mewujudkan
iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat
sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku
usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil.
3. Mencegah
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh
pelaku usaha.
4. Terciptanya
efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
1.2
Rumusan
Masalah
1.2.1
Bagaimana konsep dasar mengenai monopoli
dan persaingan usaha?
1.2.2
Apa saja perjanjian yang dilarang dalam
praktik monopoli dan persaingan usaha?
1.2.3
Apa saja kegiatan yang dilarang dalam
praktik monopoli dan persaingan usaha?
1.2.4
Apa yang dimaksud posisi dominan dalam
praktik monopoli dan persaingan usaha?
1.2.5
Apa saja tugas komisi pengawas persaingan
usaha?
1.2.6
Bagaimana penegakan hukum dalam praktik
monopoli dan persaingan usaha?
1.3
Tujuan
Makalah
1.3.1
Mengetahui konsep dasar mengenai monopoli
dan persaingan usaha.
1.3.2
Menegtahui apa saja perjanjian yang
dilarang dalam praktik monopoli dan persaingan usaha.
1.3.3
Mengetahui apa saja kegiatan yang dilarang
dalam praktik monopoli dan persaingan usaha.
1.3.4
Apa yang dimaksud posisi dominan dalam
praktik monopoli dan persaingan usaha.
1.3.5
Apa saja tugas komisi pengawas persaingan
usaha.
1.3.6
Bagaimana penegakan hukum dalam praktik
monopoli dan persaingan usaha.
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1
Konsep
dasar mengenai monopoli dan persaingan usaha
Dalam
Pasal 1 Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat ditentukan bahwa praktek monopoli adalah :
“Pemutusan kekuatan
ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya
produksi dan atau pemasaran atau barang dan atau jasa tertentu sehingga
menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum”.
Persainghan
usaha ttidak sehat sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang tersebut adalah :
“Persaingan antarpelaku
usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa
yang dilakukan dengan cara tidak jujur melawan hokum atau menghambat persaingan
usaha”.
2.2
Perjanjian
yang dilarang dalam praktik monopoli dan persaingan usaha
a. Penguasaan
produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa (persaingan oligopoli).
b. Penetapan
harga atas mutu suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen
atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama; penetapan harga secara
diskriminatif terhadap barang atau jasa yang sama untuk pembeli yang berbeda;
penetapan harga di bawah harga pasar dan larangan menjual kembali barang atau
jasa yang dibeli dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah
diperjanjikan (perjanjian penetapan harga).
c. Pembagian
wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa (perjanjian
pembagian wilayah).
d. Penghalangan
untuk melakukan usaha yang sama baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun
luar negeri. Penolakan penjualan setiap barang atau jasa (perjanjian
pemboikotan).
e. Pengaturan
produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa untuk mempengaruhi harga
(perjanjian kartel).
f.
Pembentukan gabungan perusahaan atau
perseroan yang lebih besar dengan tetap menjaga atau mempertahankan
kelangsungan bidup masing-masing perusahaan atau perseroan anggotanya, yang
bertujuan untuk mengontrolproduksidan atau pemasaran atas barang dan atau jasa
(perjanjian trust).
g. Penguasaan
pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang
dan atau jasa dalam pasar bersangkutan (perjanjian oligopsoni).
h. Penguasaan
produksi sejumlah produk yang termasuk ke dalam rangkaian produksi barang dan
atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil
pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam suatu rangkaian langsung maupun
tidak langsung (perjanjian integrasi vertical).
i.
Persyaratan bahwa pihak yang menerima
barang atau jasa hanya memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa
tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu; Persyaratan bahwa
pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok kembali barang atau
jasa tersebut kepada pihak tertentu atau pada tempat tertentu; Persyaratan
bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli
barang atau jasa lain dari pemasok; Penentuan harga atau potongan harga
tertentu dengan persyaratan harus bersedia membeli barang atau jasa lain dari
pemasok atau tidak akan membeli barang atau jasa yang sejenis dari pesaing
pemasok (perjanjian tertutup); dan
j.
Perjanjian dengan pihak luar negeri yang
memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat (perjanjian dengan pihak luar negeri).
2.3
Kegiatan
yang dilarang dalam praktik monopoli dan persaingan usaha
Kegiatan
– kegiatan tertentu yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat juga dilarang undang-undang tersebut,
meliputi :
a) Penguasaan
atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa (kegiatan monopoli)
b) Penerimaan
pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan atau jasa dalam pasar
bersangkutan (kegiatan monopsoni)
c) Penolakan atau penghalangan pengusaha
tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan,
penghalangan konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak
melakukan hubungan usaha dengan pengusaha pesaing, pembatasan peredaran atau
penjualan barang dan atau jasa pada pasar yang bersangkutan, praktek monopoli
terhadap pengusaha tertentu, jual rugi atau penetapan harga yang sangat rendah
untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya di pasar yang bersangkutan,
dan kecurangan dalam menetapkan. Biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi
bagian dari komponen harga barang dan atau jasa kegiatan penguasaan pasar); dan
d) Persengkongkolan
dengan pihak lain untuk mengatur danmenentukan pemenang tender dan atau untuk
medapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai
rahasia perusahaan dan atau menghambat produksi atau pemasaran barang atau jasa
pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang atau jasa yang ditawarkan
atau dipasok dipasar yang bersangkutan menjadi berkurang, baik dari jumlah,
kualitas, maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan (kegiatan per sengkokolan)
2.4
Posisi
dominan dalam praktik monopoli dan persaingan usaha
Posisi
dominan adalah “keadaann dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang
berarti di pasarbersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai,
atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar
bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan
atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan
barang atau jasa tertentu.
Dalam
pasal 25 ayat (2) Undang-undang No 5 tahun 1999 ditentukan bahwa pengusaha
memiliki potensi dominan apabila memenuhi kriteria berikut ini
a) Satu
pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% atau lebih pangsa
pasar satu jenis barang dan atau jasa tertentu, dan
b) Dua atau
tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai 75% atau lebih pangsa
pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Posisi
Dominan dapat timbul melalui hal-hal berikut ini:
a) Jabatan
rangkap pada lebih dari satu perusahaan dalam pasar bersangkutan yang sama atau
memiliki keterlibatan yang erat dalam bidang dan jenis usaha atau secara
bersama-sama menguasai pangsa pasar produk tertentu.
b) pemilikan
saham mayoritas pada perusahaan sejenis dengan bidang usaha yang sama dan pasar
yang sama.
c) penggabungan,
peleburan dan pengambilan (merjer,konsolidasi,dan akusisi).
2.5
Tugas
Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Agar
ketentuan-ketentuan tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat berjalan sebagaimana diharapakan, maka di dalam undang-undang
tersebut juga diatur tentang pembentukan sebuah komisi pengawas independen yang
terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pmerintah serta pihak lain, disebut Komisi
Pengawas Persaingan Usaha.
Dalam
Pasal 33 ditentukan komisi tersebut meliputi sebagai berikut:
a) Melakukan
penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 4
sampai dengan Pasal 16.
b) Melakukan
penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24.
c) Melakukan
penilaian terhadap ada atau tidaknya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 28.
d) Mengambil
tindakan sesuai dengan wewenang komisi sebagaimana diatur pasal 36.
e) Memberikan
saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang berkaiatan dengan
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
f) Menyusun pedoman
dan atau publikasi yang berkaitan dengan undang-undang larangan praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat; dan
g) Memberikan laporan
secara berkala atas hasil kerja komisi kepada Presiden dan DPR.
Dalam Pasal 36 diatur tentang wewenang komisi yang meliputi di bawah ini.
a) Menerima laporan
dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
b) Melakukan
penelitian tentang dengan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat;
c) Melakukan
penyelidikan dan atau pemeriksaan teradap kasusu dugaan praktik monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh
pelaku usaha yang ditentukan oleh komisi sebagai hasil dari penelitiannya;
d) Menyimpulkan hasil
penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada atau tidak adanya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
e) Memanggil pelaku
usaha yang telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini;
f) Memanggil dan
menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang dianggap mengetahui
pelanggaran terhadap ketentuan Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat;
g) Meminta bantuan
penyidik untuk menghadirkan pelaku utama, saksi, saksi ahli, atau setiap orang
yang tidak bersedia memenuhi panggilan komisi;
h) Meminta keterangan
dari instansi pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan dan atau
pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-Undang
Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;
2.6
Penegakan
hukum dalam praktik monopoli dan persaingan usaha
Penegakan
hukum dilakukan melalui saluran komisi pengawas persaingan usaha dan pengadilan
negeri.
Sanksi
yang disediakan berupa tindakan administratif ( seperti pembatalan perjanjian, penghentian
tindakan, pembayaran ganti rugi, pengenaan denda), pidana pokok (denda dan
kurungan) dan pidana tambahan (pencabutan izin usaha dan larangan kepada pelaku
untuk menduduki jabatan direksi dan
komisaris).untuk keperluan penegakan hukum tersebut komisi menerima laporan
dari masyarakat, melakukan pemeriksaan
dan memberikan putusan dalam sidang yang dinyatakan terbuka untuk umum.
Melalui
putusan tersebut pelaku usaha dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan
negeri selambat-lambatnya empat belas
hari setelah menerima pemberitahuan putusa tersebut. Pihak yang keberatan
terhadap keputusan pengadilan negeri tersebut dalam waktu yang sama seperti diatas dapat
mengajukan kasasi ke MA Republik
Indonesia.
Apabila
putusan komisi tidak terdapat keberatan dianggap sudah mempunyaikekuatan hukum
tetap dan dimintakan penetapan eksekusi kepada Pengadilan negeri.
Perlu
juga diketahui bahwa usaha kecil dankegiatan usaha koperasi yang secara khusus
bertujuan untuk melayani anggot dikecualikan dari berlakunya ketentuan dalam
Undang-Undang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
tersebut.
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Undang-undang
anti monopoli no 5 tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu
penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan
jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha. Sementara yang
dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh
salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau
pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu
persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum sesuai
dalam Pasal 1 ayat (2) UU Anti Monopoli yang menyatakan bahwa praktek monopoli
adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang
mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa
tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan
kepentingan umum
3.2 Saran
Seharusnya
para pesaing usaha harus bersaing secara jujur karena dengan jujur maka akan
membuka peluang-peluang usaha masyarakat (kecil, menengah, besar) akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan meminimalkan angka kemiskinan serta angka
pengangguran. Serta dengan persaingan yang sehat, para pelaku usaha akan terus
menerus melakukan inovasi atas produk yang dihasilkan untuk memberikan yang terbaik
bagi pelanggan.
Menyadari
bahwa kami sebagai penulis dan penyusun makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, kami penulis akan lebih fokus dan detail dan tentunya dapat di
pertanggung jawabkan.Dan mohon maaf apabila ada salah kata maupun penulisan dalam
makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Dahlan, S.H.,M.H dan Sanusi Bintang,
S.H.,M.L.I.S. 2000. Pokok-Pokok Hukum
Ekonomi dan Bisnis. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar